Bukan tak siap nikah, tapi saya sadar saat ini kita punya tanggung jawab lain yang harus didahulukan
Nunggu apa lagi sih? Nikah nunggu siap, yang ada bakal nggak nikah-nikah. Nikah tuh juga butuh nekat!
Saya kadang menanggapi ucapan-ucapan itu dengan datar, sinis, bahkan terkadang hanya tertawa getir. Bukannya tak suka dengan pandangan itu, tapi saya merasa setiap orang punya alasan sendiri. Alasan yang terkadang orang lain terlalu sok tahu, lalu seenaknya menyamaratakan. Malah kadang ada yang menganggap saya salah karena menunda pernikahan.
Saya menarik nafas berat dan panjang, sepertinya memang harus diluruskan lagi. Bahwa saya belum juga menikah sampai detik ini bukan karena sengaja menunda. Orang lain tak pernah tahu, jika setiap orang punya tanggung jawab lain yang harus didahulukan selain urusan pernikahan. Bisa jadi tanggung jawab ke keluarganya seperti membiayai adiknya, atau mungkin menyelesaikan studi S2-nya. Bukannya tak yakin jika melakukannya barengan, tapi bukankah memaksakan diri pun bukan keputusan yang baik?
Toh biarpun santai, kita tetap jalani hubungan dengan rencana. Tak muluk-muluk yang penting bisa berkembang bersama
Diam-diam saya dan dia tak hanya berbagi harapan atau mimpi saja. Ada kalanya kita menceritakan rencana masing-masing, saling bertukar pendapat, bahkan sampai kesepakatan demi kenyamanan bersama. Tapi rencana yang kita buat ini pun bukan yang muluk-muluk seperti kira-kira kapan pastinya kita akan menikah? Buat saya dan dia rencana yang kita buat sesederhana keinginan saya menjadi ibu rumah tangga yang punya karir fleksibel. Atau dia yang ingin tinggal di kota A, lalu bertanya kesediaan saya untuk pindah ke sana.
Orang boleh berpikir rencana itu biasa atau terlalu ngambang. Tapi buat saya atau pun dia rencana-rencana itu salah satu bukti jika kita menjalani hubungan dengan serius dan tak sekadar senang-senang.
Sebab menikah juga butuh persiapan, tak bisa terburu-buru apalagi dipaksakan
Coba pikirkan lagi soal biaya pernikahan? Bahkan sekadar akad nikah saja perlu biaya yang tak hanya seratus ribu rupiah. Belum lagi kehidupan setelah nikah nanti, ‘kan tak mungkin jika saya dan dia masih bergantung dengan orangtua. Orang bisa saja bilang, nanti setelah nikah pasti akan ada rezekinya sendiri. Buat saya terserah orang mau bilang apa. Tapi yang pasti buat saya nikah tetap butuh persiapan dan tak bisa dipaksakan apalagi sampai diburu-buru.
Nikah bukan lari maraton yang siapa cepat dia yang keluar jadi juara. Nikah itu momen di mana niatmu dan dia diamini Tuhan juga semesta.