Selanjutnya tersangka J membenturkan kepala korban di kamar mandi, selanjutnya tersangka J bersetubuh dengan korban yang dalam keadaan pingsan,” ungkap Isir.
Usai menyetubuhi korban, J secara sadis membunuh korban dengan cara ditikam.
Tersangka J kemudian memberitahukan kepada M.
Ia juga memerintahkan tersangka M untuk membeli 2 botol bensin.
Tersangka J kemudian menyiram bensin ke tubuh Elvina dan membakarnya.
Sementara tersangka M menghubungi ibunda J, bernama Tek Sukfen (TS) yang langsung mendatangi TKP.
Kombes Isir membeberkan bahwa tersangka J sempat membelah perut dan memotong lengan korban. Dan memasukkan korban ke dalam kardus dengan bantuan ibunya, TS.
“Tersangka J mengambil parang dari dapur, lalu membelah perut dan memotong lengan kanan korban. Lalu tersangka TS mengambil kardus dari gudang dan kemudian tersangka J dan TS membantu memasukkan korban ke dalam kardus,” jelasnya.
Isir menjelaskan peran dari tersangka TS, selain membantu memasukkan korban ke dalam kardus, adalah berupaya menghilangkan jejak.
“TS juga berupaya untuk menghilangkan jejak dari pembunuhan yang dilakukan oleh anaknya,” terang Isir.
Tek Sukfen pula yang menghubungi ibu Michael berinisial J untuk datang ke TKP.
“Lalu ibunda M bersama pamannya datang ke TKP dan diberitahu bahwa anaknya (Michael) telah melakukan pembunuhan,” jelas Isir.
Lalu tersangka J memesan taksi online dengan rencana membawa kardus tersebut ke Lubuk Pakam.
Setelah taksi datang, tersangka J mendorong kardus ke ruang tamu.
“Namun karena kardus sobek dan darah berceceran sehingga rencana mengangkut kardus yang berisikan korban dibatalkan. Kemudian diperintahkan tersangka M untuk membayar pembatalan taksi senilai Rp 155 ribu,” ungkap Isir.
Lalu, tersangka Michael diintimidasi oleh pelaku Tek Sukfen dan Jeffry untuk mengakui bahwa dirinya yang melakukan pembunuhan.
“Sehingga tersangka M menulis surat pernyataan di atas kertas dan mencoba meminum obat nyamuk untuk meyakinkan seluruh rangkaian kejadian tersebut dilakukan oleh tersangka M tanpa melibatkan orang lain,” jelas Isir.
Selanjutnya, pukul 17.00 WIB ibu tersangka M dan pamannya memberitahu kejadian tersebut kepada orangtua korban (Elvina).
Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mencatat ada 38.822 narapidana yang telah dibebaskan dari penjara per Senin (20/4/2020) lalu.
Para narapidana tersebut dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus corona ( Covid-19) di wilayah lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan di Indonesia.
“Total data asimilasi dan integrasi adalah 38.822,” kata Kepala Bagian Humas dan Publikasi Ditjen Pemasyarakatan Rika Aprianti, Senin lalu.
Rika menuturkan, jumlah tersebut didapat dari hasil penghitungan hingga Senin pagi pukul 07.00 WIB yang dikumpulkan dari 525 UPT Pemasyarakatan.
Rinciannya, 36.641 narapidana dibebaskan melalui program asimilasi sedangkan 2.181 narapidana lainnya dibebaskan lewat program integrasi.
Sebanyak 36.641 narapidana yang bebas dengan program asimilasi terdiri dari 35.738 orang dewasa dan 903 anak.
Sedangkan, 2.181 narapidana yang bebas lewat program integrasi terdiri dari 2.145 orang dewasa dan 36 anak.
Asimilasi adalah pembinaan narapidana dewasa dan anak dengan membiarkan mereka hidup berbaur di lingkungan masyarakat.
Sementara, integrasi adalah narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.
Rika tidak menjelaskan narapidana yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi itu merupakan warga binaan kasus apa saja.
Namun, sesuai dengan Peraturan Menkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19, napi yang dibebaskan itu bukan yang terjerat kasus korupsi, narkotika, terorisme, kejahatan keamanan negara, kejahatan HAM, kejahatan transnasional dan warga negara asing.
Rika sebelumnya menjelaskan bahwa warga binaan yang dibebaskan melalui program asimilasi dan integrasi tidak diperbolehkan keluyuran usai meninggalkan sel.
“Mereka asimilasi di lingkungan rumah. Untuk Integrasi boleh di luar rumah. Namun sekali lagi, sesuai dengan arahan Bapak Presiden, semua masyarakat diimbau untuk tinggal di rumah,” kata Rika kepada Kompas.com, Senin (6/4/2020) lalu.
“Untuk yang asimilasi ketahuan keluyuran akan diberikan sanksi pencabutan,” lanjut Rika.
Plt Dirjen Pemasyarakatan Nugroho menambahkan, para narapidana dan anak yang sudah keluar dari penjara itu pun wajib mengikuti bimbingan dan pengawasan oleh Pembimbingan Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan dengan wajib lapor.
“Karena kondisi seperti ini, maka pembimbingan dan pengawasaan dilakukan secara online melaui video call atau fasilitas sejenis oleh PK BAPAS,” kata Nugroho dalam siaran pers tertanggal Minggu (5/4/2020) lalu. (vic/tri bun-medan.com/kompas.com)