Kala malam mulai hening aku selalu merenung, merenungi nasib keluarga kecilku, kami sering dibully di kampung sendiri bahkan oleh keluarga sendiri kami dikucilkan, entah apa dan mengapa? aku sendiri tak tahu, orang tuaku sering cerita banyak mengenai perlakuan mereka terhadap keluarga kecil ini.
Kisah demi kisah yang ayah ceritakan menjadi seperti bara api menyelinap relung hatiku, membakar jiwaku, membakar semangatku untuk selalu berjuang menyelamatkan keluarga ini.
Kini kisah ini akan kutulis dan kuabadikan untuk menjadi cerita dimasa yang akan datang, kisah ini akan selalu kutulis lembar demi lembar.
Ayahku adalah seorang pekerja keras, beliau memiliki kemauan keras dalam membangun keluarga, itu yang buat aku salut dengan ayahku, setiap hari beliau memberikan contoh bagaimana menjadi seorang pejuang dalam keluarga dan itu yang aku tanamkan dalam diriku, itu yang aku camkan dalam diriku, ayah tidak hanya sekedar ayah yang banyak bicara dan banyak nasihat tapi beliau selalu berbuat, berbuat dan berbuat.
Tak perduli panas maupun hujan beliau bekerja banting tulang hanya untuk keluarga ini, beliau selalu berpesan padaku dan kami semua untuk menyelamatkan keluarga ini, ia tidak mau keluarga kecil ini terus-terusan dikucilkan bahkan dibully karena kekurangan.
Ayah bercerita sesaat setelah menikah ia sering dikucilkan keluarganya, dimusuhi hingga memaksa ia mengajak ibuku tinggal disebuah gubuk kecil dikebun, kala malam tiba ayah dan ibu sering dalam kegelapan tanpa cahaya lampu, saat kehabisan makanan untuk makanpun ayah sering pergi ke hutan mencari umbi-umbian.
Pada suatu ketika ayahku jadi seorang pebisnis kecil-kecilan dikampung namun bisnisnya bangkrut juga karena disengaja orang lain yang ingin menjatuhkannya, meski demikian ayah tidak patah semangat, saat beliau jatuh dan bangkrut beliau kembali bekerja sebagai petani, tidak ada raut susah diwajahnya semangatnya tinggi dan seakan aliran darahnya mengalir api yang terus membakar semangatnya.
Ayah sering bercerita kepadaku tentang cita-citanya demi keluarga ini, bahkan beliau meminta aku bersedia mewujudkan cita-cita mulianya tersebut, dalam hatiku berbicara, sungguh berat beban itu untuk dipikul tapi melihat semangat ayah, aku selalu terpanggil untuk mewujudkannya.
Sekali-kali Ayah selalu tidur disampingku, dia selalu menyanyakan ide-ide kepadaku namun aku yang masa itu masih kecil dan polos tentu otakku belum mampu mencera maksud ayah, namun aku mencoba untuk menjadi dewasa, aku berfikir bahwa hanya kecerdasan yang bisa mengubah keluarga ini.
Ternyata ayah juga mengharapkan itu, tersimpan dalam benaknya bahwa seluruh anaknya harus menjadi orang terpelajar, namun sayang semua terkendala biaya, disaat kami terhimpit masalah ekonomi apa yang bisa kami perbuat? hanya kekuatan doalah yang selalu menjaga setiap langkah kami.
Awal aku menduduki bangku sekolah, aku selalu didorong untuk menjadi orang yang tidak hanya pintar tapi juga cerdas, ayah selalu menjadi guru dirumah kami sendiri, tidak cukup dengan pendidikan dibangku sekolah, sampai dirumah kami selalu diajarkan dan diminta untuk mengulang setiap mata pelajaran yang kami dapat disekolah.
Kebetulan Ayah pintar matematika, meski tak lulus SD, ayah memang dikenal pintar menyelesaikan soal-soal matematika, ini yang menjadi modalnya mengajari dan mengasah otak kami, Ayah mengajarkan kami menghitung dan memprediksi masa depan.
Usaha ayah tidak sia-sia, disekolah SD dan SLTP aku selalu mendapatkan rangking memuaskan dan itu sangat membanggakan bagi ayah, ia selalu menyemangatiku, hingga aku melanjutkan ke SMK, Ayah melakukan hal yang tak biasa ia lalukan, sangat miris hati ini mengingatnya.
Bersambung…!
Sumber: topiktrend.com