Pertama-tama, suatu hari Agus membeli motor dari pendapatannya. Selanjutnya, setelah beberapa bulan ia merenovasi rumahnya yang sebelumnya sangat sederhana. Rumah itu dicat dan dibangun ulang. Jadilah Agus seperti orang yang kaya mendadak.
Semenjak mulai hidup dengan mencolok, orang-orang jadi bertanya-tanya soal kehidupan Agus. Mereka bingung, jika saat ini Agus telah hidup dengan sedemikian mapannya, dengan penghasilan yang juga lebih dari cukup, mengapa ia tak memutuskan berhenti menjadi tukang tambal ban dan memulai usaha lain?
Pertanyaan itu hanya merembet dari bibir ke bibir. Ia tak pernah sampai langsung kepada Agus. Sementara di saat yang sama, Agus tetap menjalankan bisnisnya dengan lapang.
Pada suatu malam yang dingin, kebingungan orang-orang itu agaknya sedikit terjawab. Seorang penduduk mendapati Agus sedang mengendap-endap ke jalan raya. Dari jauh, orang itu melihat Agus sedang menaburkan paku di tengah jalan.
Melihat kejadian itu, orang itu lebih memilih untuk diam. Ia tak memutuskan untuk memergoki Agus pada saat itu juga, mengingat perilaku menaburkan paku—sepanjang yang ia tahu—agaknya juga kerap dilakukan beberapa tukang tambal lain yang memang licik. Akhirnya, ia lebih memilih menjaga rahasia itu.
Di sisi lain, orang itu masih tak menyangka, bahwa hanya karena usahanya ramai dengan menyebarkan paku di jalan, Agus bisa menjadi kaya raya seperti sekarang. Ia berpikir, di balik ini semua, pasti ada hal lain yang belum ia ketahui.
Jalan tempat Agus membuka jasa tambal ban itu memanglah jalur antarprovinsi satu-satunya yang ada di tempat itu. Setiap hari, meskipun tak berada di tengah kota dan dekat dengan hutan, jalan itu dilewati banyak kendaraan dari luar kota.
Selain itu, orang-orang mengenal jalan itu sebagai “jalur maut”. Tak jarang, setiap sebulan sekali, pasti ada pengendara yang mengalami kecelakaan tunggal. Korban kecelakaan itu seringkali berakhir dengan kematian.
Orang-orang lalu mulai menghubungkan hal itu dengan kekayaan Agus. Mereka curiga, banyaknya korban kecelakaan yang meninggal di jalan itu berhubungan dengan cara Agus menjalankan usahanya. Kecurigaan itu tentu saja bukan hanya soal paku. Lebih jauh, orang-orang berpikir tentang pesugihan.
Sampai pada suatu malam, orang-orang pada akhirnya mendapat jawaban atas kebingungan mereka selama ini. Mereka gempar dengan kabar bahwa Agus telah mati dalam sebuah kecelakaan tunggal, tak jauh dari usaha tambal bannya.
Para penduduk lalu berkerumun mendatangi tempat kejadian itu. Di sana, mereka mendapati tubuh Agus mati berlumuran darah. Mereka menggeleng-gelengkan kepala, menyesali keapesan yang menimpa Agus akibat ulahnya sendiri.
Di ban motor Agus, orang-orang menemukan beberapa paku yang menancap sekaligus, dan itu mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan itu. Selain itu, tak jauh dari tempat kecelakaan, penduduk yang sebelumnya memergoki Agus menaburkan paku di tengah jalan menemukan sebuah besek yang diletakkan di bawah sebuah pohon besar.
Di dalam besek, ada beberapa jenis makanan yang lebih mirip dengan sesaji. Di atas sesaji, terdapat setumpuk uang yang, jumlahnya, tak mungkin dihasilkan oleh tukang tambal manapun, meskipun ia telah bekerja selama bertahun-tahun. Dari kejadian itu, orang-orang lalu mengambil banyak pelajaran.
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.
Source: Kumparan.com