Kabareskrim Polri Komjen Polisi Listyo Sigit Prabowo memastikan penyebab kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung bukan karena arus pendek listrik. Listyo menyebutkan adanya percikan api di sekitar bahan mudah terbakar.
Tim Puslabfor Polri menemukan ada nyala api terbuka atau open flame di ruangan rapat Biro Kepegawaian di lantai 6 Gedung Utama Kejagung. Api tersebut, kata Listyo Sigit, kemudian cepat menjalar karena di sekitar lokasi api ada beberapa bahan yang mudah terbakar.
Bahan tersebut antara lain akseleran berupa ACP pada lapisan luar gedung dan cairan minyak lobi yang mengandung senyawa hidro karbon. Kondisi itu ditambah lagi dengan kondisi gedung yang disekat dengan bahan yang mudah terbakar seperti gypsum, lantai parkit, dan panel HPL.
Berdasar penelusuran Bisnis.com di Internet, Alumunium Composite Panel (ACP) merupakan bahan perpaduan antara pelat alumunium dan bahan composite.
Alumunium Composite Panel (ACP) dapat digambarkan sebagai panel datar yang terdiri dari bahan non-alumunium berupa bahan polytthylene yang disatukan di antara dua lembaran alumunium. Sedangkan lembaran Alumunium Composite Panel (ACP) adalah lembaran yang kaku, kuat, tetapi memiliki berat yang relatif ringan.
Sementara polytthylene atau polietilena (disingkat PE) adalah termoplastik selama ini digunakan juga secara luas oleh konsumen produk sebagai kantong plastik. Sekitar 80 juta metrik ton plastik ini diproduksi setiap tahunnya.
Polietilena adalah polimer yang terdiri atas rantai panjang monomer etilena (etena). Di industri polimer, polietilena ditulis dengan singkatan PE, perlakuan yang sama yang dilakukan oleh Polistirena (PS) dan Polipropilena (PP).
Molekul etena (C2H4) adalah CH2=CH2. Dua grup CH2 bersatu dengan ikatan ganda. Polietilena dibentuk melalui proses polimerisasi dari etena. Polietilena bisa diproduksi melalu proses polimerisasi radikal, polimerisasi adisi anionik, polimerisasi ion koordinasi, atau polimerisasi adisi kationik. Setiap metode menghasilkan tipe polietilena yang berbeda.
Etena atau etilena adalah senyawa alkena paling sederhana yang terdiri atas empat atom hidrogen dan dua atom karbon yang terhubungkan oleh suatu ikatan rangkap. Karena ikatan rangkap ini, etena disebut pula hidrokarbon tak jenuh atau olefin.
Etena digunakan terutama sebagai senyawa antara pada produksi senyawa kimia lain seperti plastik (polietilena). Etena juga dibentuk secara alami oleh tumbuhan dan berperan sebagai hormon. Ia diketahui terutama merangsang pematangan buah dan pembukaan kuncup bunga.
Ethylene atau etene (ethene) adalah senyawa hidro karbon, berupa gas yang tidak berwarna dan mudah terbakar.
Hidrokarbon sendiri dapat dapat berupa gas (misalnya metana dan propana), cairan (misalnya heksana dan benzena), lilin atau padatan leleh rendah (misalnya lilin parafin dan naftalena), atau polimer (misalnya polietilen, polipropilen dan polistiren).
Di luar soal senyawa hidrokarbon, Kabareskrim menyebutkan soal apa yang terjadi pada hari sebelum kebakaran terjadi.
“Dari fakta yang didapatkan, pada Sabtu tanggal 22 Agustus 2020 sekitar pukul 11.30 WIB-17.30 WIB itu ada tukang atau orang yang sedang bekerja di lantai 6 ruang Biro Kepegawaian,” tuturnya, Kamis (17/9/2020).
Sementara itu, berdasar keterangan saksi, dari 131 orang saksi yang diperiksa tim penyidik ada beberapa orang saksi yang telah berupaya memadamkan api saat kebakaran terjadi. Namun, upaya itu tidak berhasil karena tidak ada fasilitas pemadam yang memadai dan keterbatasan infrastruktur.
“Sarana dan prasarana terbatas, sehingga api tidak mampu dipadamkan saksi yang datang sesaat setelah kejadian kebakaran itu,” kata Listyo.
Menurut Listyo Sigit berdasarkan hasil penyelidikan tim Bareskrim Polri, peristiwa kebakaran di Gedung Utama Kejagung itu telah memenuhi unsur pidana. “Maka penyidik berkesimpulan terdapat dugaan peristiwa pidana. Kami tingkatkan perkara ini dari penyelidikan ke penyidikan,” tuturnya.
Kabareskrim memastikan akan menjeratkan pasal berlapis kepada pelaku penyebab kebakaran di Gedung Utama Kejagung.
Sigit menjelaskan bahwa tim penyidik akan menjerat pelaku penyebab kebakaran tersebut dengan Pasal 187 KUHP. Pasal ini memuat ancaman kurungan penjara maksimal seumur hidup. Penyidik juga menyiapkan Pasal 188 KUHP dengan ancaman paling lama lima tahun penjara.
Kebakaran di Gedung Utama pada Sabtu (22/8/2020) malam sekitar pukul 19.10 WIB itu membuat publik mengaitkannya dengan kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Apalagi diberitakan bahwa gedung yang terbakar merupakan kantor Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Pembinaan, Intelijen, dan Biro Kepegawaian.
Meski tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kebakaran tersebut, publik mengkhawatirkan ada sejumlah hal yang hilang.
Namun, pemerintah memastikan tak ada dokumen yang rusak atau hilang karena kejadian tersebut.
“Dokumen perkara aman, sehingga kelanjutan penanganan perkara tak akan terganggu,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD.
Dia pun mengimbau publik menahan diri dan tidak membuat beragam spekulasi. M
“Spekulasi juga tak perlu jauh dikembangkan,” ucapnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono juga meminta masyarakat tidak menebak-nebak mengenai penyebab kebakaran.
“Penyebab kebakaran ini masih dalam proses penyelidikan Polri. Oleh karena itu kami mohon agar tidak membuat spekulasi dan asumsi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan artinya mari sabar menunggu hasil pihak kepolisian,” tutur Hari.
Kasus Besar
Kejadian kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung menimbulkan spekulasi dan kekhawatirkan tetap disuarakan tokoh publik.
Praktisi hukum sekaligus eks juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf pada Pemilihan Presiden (Pilpres 2019) Razman Nasution misalnya, menilai kebakaran itu dilakukan sengaja oleh pihak tertentu. Dia juga meragukan klaim pemerintah yang mengatakan seluruh dokumen aman.
“Saya menduga terbakarnya gedung Kejaksaan Agung RI sengaja dilakukan untuk mnghilangkan dokumen dan barang-barang bukti mengingat Kejagung sekarang sedang serius menangani kasus-kasus besar,” sebut Razman dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Sabtu (22/8).
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pun mengutarakan kehawatiran yang tidak beda jauh, meski tidak menuding secara spesifik. Dia berharap kejadian ini tak menghambat segala proses hukum yang tengah berjalan.
“Saya berharap peristiwa ini tidak mengganggu kinerja Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya. Jangan sampai, peristiwa ini menghambat proses hukum yang sedang dijalankan,” tegas Azis dalam keterangan kepada wartawan, Minggu (23/8).
Terlepas dari pro dan kontra, Kejagung memang tengah dalam sorotan banyak pihak yang menanti penanganan berbagai kasus besar.
Salah satunya adalah Kasus Jiwasraya. Skandal perusahaan asuransi pelat merah ini ditaksir merugikan negara hingga Rp16 triliun. Enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka tersebut adalah Komisaris PT Hanson Internasional Tbk. (MYRX) Benny Tjokro; Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. (TRAM) Heru Hidayat; mantan Direktur Utama (Dirut) Jiwasraya Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo; mantan Kadiv Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan; serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Kasus besar yang tak kalah menghebohkan adalah kasus Djoko Tjandra. Skandal pelarian Djoko Tjandra melibatkan orang-orang yang punya kekuasaan tertentu. Dalam kasus ini, Kejagung memeriksa Djoko Tjandra dengan Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Pinangki diduga terlibat penyalahgunaan kekuasaan lantaran sempat bertemu Djoko Tjandra saat masih dalam status buron dan bersembunyi di Malaysia. Dia juga terbukti menerima suap US$500.000.
Kasus lainnya terkait dengan Korupsi Danareksa Sekuritas. Kasus ini menyangkut dugaan pemberian fasilitas pembiayaan senilai Rp105,23 miliar dari PT Danareksa Sekuritas kepada PT Evio Sekuritas dan PT Aditya Tirta Renata pada 2014-2015.
Fasilitas pembiayaan ini dinilai melawan hukum karena menggunakan sistem Repo (Repurchase Agreement) dengan jaminan saham yang tidak memenuhi syarat.
Repo adalah produk investasi yang dapat ditransaksikan di pasar modal. Dalam transaksi ini ada penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian jual beli pada tanggal yang sudah ditentukan.
Perusahaan juga diduga melakukan perdagangan saham yang tidak sesuai limit transaksi serta tidak melakukan penjualan paksa saham jaminan (forced sale). Hal tersebut ternyata bertentangan dengan Surat Keputusan Komite Pengelolaan Risiko pada PT Danareksa Sekuritas Nomor 001/KPR-DS/2011 tertanggal Februari 2011.
Para tersangka yang telah ditahan adalah mantan Dirut Danareksa Marciano Herman; Komisaris Aditya Tirta Renata sekaligus pemilik modal Evio Sekuritas Rennier AR Latief; Direktur Aditya Tirta Renata Zakie Mubarak; mantan Direktur Operasional Finance Danareksa Erizal; mantan Direktur Evio Sekuritas Teguh Ramadhani; dan mantan Direktur Retail Capital Market Danareksa periode 2013-2016 Sujadi.
Dugaan pemerasan terhadap 63 Kepala Sekolah adalah kasus lain yang ditangani Kejaksaan Agung. Dalam kasus ini pejabat Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu (Kejari Inhu) dinilai melakukan pemerasan terhadap sejumlah kepala sekolah SMP di Riau.
Kasus ini menjadi sorotan setelah pengunduran diri serentak 63 Kepala Sekolah SMP Negeri di Inhu, Riau. Para kepala sekolah lantas mengaku diperas oknum Kejari Inhu yang bekerja sama dengan LSM.
Mereka mundur karena tidak tahan terhadap tekanan terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Sebanyak enam orang dinyatakan terlibat, yakni Kepala Kejari Inhu Hayin Suhikto, Kasi Pidsus Kejari Inhu Ostar Al Pansri, Kasi Intelijen Kejari Inhu Bambang Dwi Saputra, Kasi Datun Kejari Inhu Berman Brananta; Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu Andy Sunartejo; serta Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Inhu Rionald Feebri Rinando.
Tiga dari enam nama itu—Hayin, Ostar dan Rionald—telah berstatus tersangka.
Ada pula kasus dugaan korupsi dalam proses pemberian dan penggunaan fasilitas kredit dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. cabang Surakarta kepada PT Central Steel Indonesia (CSI). Negara ditaksir merugi sekitar Rp473 miliar karena kasus ini.
Tim penyidik Kejagung sempat menerbitkan Sprindik Jilid II kasus tersebut karena ditemukan fakta baru dalam proses penyelidikan. Penyelidikan itu merupakan tindak lanjut putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas nama terdakwa Erika W. Liong selaku Direktur Utama PT CSI dan Mulyadi Supardi alias Hua Ping selaku Pengurus PT CSI.
Erika divonis 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan penjara, sedangkan Hua Ping 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan penjara.
Pengusutan perkara ini terakhir kali berlanjut pada 1 Juli 2020, saat Kejagung memeriksa Yulia, komisaris sekaligus pemilik saham PT CSI.
Kasus berikutnya adalah perkara korupsi pemberian Kredit Yasa Griya (KYG) oleh PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. cabang Semarang dan Gresik kepada PT Tiara Fatuba (TF) serta novasi kepada PT Nugraha Alam Prima (NAP) dan PT Lintang Jaya Property (LJP).
Hingga kini, kasus ini belum tuntas. Kejagung beralasan lambannya penanganan perkara disebabkan fokus mereka terbagi dengan perkara genting lain yang datang pada saat bersamaan, seperti kasus Jiwasraya.
Lantas, adakah kaitannya kasus-kasus ini dengan kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung? Hingga kini, polisi belum memberikan keterangan apa pun soal ini.
Satu hal yang pasti, para penyidik di Bareskrim Polri harus mengungkap terlebih dahulu asal-usul api di Lantai 6 Gedung Utama Kejaksaan Agung yang terbakar. Betulkah ada yang bermain atau ada faktor lain?