Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, sudah seharusnya Firli menanggalkan jabatan sebagai ketua. Dia menyebut Firli sebaiknya turun menjadi wakil ketua. ”Biar ketuanya diganti pimpinan (KPK) yang lain. Pak Firli jadi wakil ketua saja,” kata Boyamin kepada Jawa Pos kemarin (18/5).
Boyamin menyebutkan, kontroversi di KPK selama setahun terakhir lebih dari cukup untuk menyimpulkan bahwa Firli telah gagal menjadi ketua. Sebelum kontroversi tes wawasan kebangsaan (TWK), Firli juga menuai polemik karena menyewa helikopter untuk pulang kampung ke Sumatera Selatan (Sumsel). ”Harun Masiku (tersangka di KPK) juga belum ketemu,” ujarnya.
Sampai tadi malam, belum ada tanggapan dari Firli atas desakan itu. Di sisi lain, 75 pegawai KPK yang berstatus TMS juga kembali melancarkan ”serangan”. Mereka melaporkan lima pimpinan KPK (Firli, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Alexander Marwata) ke dewas atas dugaan pelanggaran etik. Di antaranya tentang kejujuran. ”Dalam berbagai sosialisasi, pimpinan KPK mengatakan bahwa tidak ada konsekuensi dari TWK,” kata Hotman Tambunan, perwakilan 75 pegawai KPK.
Kepala satuan tugas (Kasatgas) pembelajaran internal KPK itu menjelaskan, selama ini pegawai berpikir bahwa asesmen TWK bukanlah suatu hal yang bisa meluluskan dan tidak meluluskan. Namun, kenyataannya, hasil asesmen itu justru menjadi dasar 75 pegawai dinonaktifkan. ”Ini (TWK) berkaitan dengan hak-hak kami sebagai orang yang akan menentukan masa depan,” jelasnya.
Selain itu, kata Hotman, pihaknya melaporkan pimpinan terkait dengan dugaan pelecehan seksual yang terkandung dalam TWK. Sebagaimana diketahui, sejumlah pegawai mengaku menerima pertanyaan yang mengarah pada seksisme. ”Ini menjadi kepedulian kami terhadap anak perempuan kami, terhadap adik dan kakak perempuan kami,” terangnya.
Berikutnya, Hotman menyebut pihaknya juga melaporkan indikasi kesewenang-wenangan pimpinan. Dia menilai pimpinan KPK telah bertindak sewenang-wenang dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang hasil asesmen TWK serta perintah menyerahkan tugas dan tanggung jawab pegawai TMS kepada atasan.
Menurut Hotman, surat itu jelas bertentangan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan judicial review (JR) UU KPK pada 4 Mei lalu. Dalam pertimbangan itu, MK mengisyaratkan bahwa proses alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK. ”SK 652 sangat merugikan kami,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan agar hasil asesmen TWK tidak dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK. Jokowi –sapaan Joko Widodo– menyatakan bahwa alih status kepegawaian di KPK tidak boleh merugikan hak-hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN sebagaimana tertuang dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan judicial review (JR) UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
”KPK harus memiliki SDM-SDM terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi,” kata Jokowi dalam keterangan pers Senin lalu (17/5).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai, masukan kepada pimpinan tersebut merupakan bagian dari checks and balances. Karena itu, dia menghormati laporan dan kritik dari pegawai.
Baca juga: Firli Sebut Pegawai KPK Akan Menjadi ASN Per 1 Juni
Menurut Ghufron, pihaknya akan selalu taat terhadap proses di dewas. ”Kami akan menjalani proses tersebut di dewas. Kami juga akan taat terhadap semua prosedur dan ketentuan dalam pemeriksaan oleh dewas yang dimaksud,” ujarnya melalui keterangan tertulis.