Mencari nafkah merupakan kewajiban dan tanggungjawab orangtua, terutama seorang ayah. Dengan ini, seluruh kebutuhan anak terus menjadi tanggungjawab orangtua hingga berusia 21 tahun atau masuk usia dewasa, menurut lembaga perlindungan anak.
Akan tetapi, terbatasnya latar belakang pendidikan serta kemampuan membuat sebagian orangtua tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Jangankan untuk memberi tempat tinggal dan tidur yang nyaman, untuk makan saja terkadang alami kesulitan.
Kondisi ini tak jarang membuat anak yang harusnya fokus menata hidup melalui pendidikan yang ditempuh, menjadi ikut terlibat, terjun mencari nafkah.
Seperti halnya Yulianti, remaja 17 tahun di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Setiap hari, Yulianti bekerja mengumpulkan buah kapuk di dalam hutan untuk dijual kembali.
“Sejak SD sudah kerja seperti ini. Biasa kalau hari libur, ataupun pulang sekolah baru kumpulkan kapuk,” ucap dia, dilansir newsdetik.com.
Untuk mendapatkan buah kapuk, Yulianti harus keluar masuk hutan seorang diri, tanpa ada yang mendampingi.
“Tidak takut, soalnya sudah biasa,” jawab dia saat disinggung merasa takut menjelajahi hutan seorang diri.
Sedangkan hasil yang didapat dari sekarung buah kapuk yang terkumpul selama empat hari sebesar Rp 50 ribu.
Uangnya dipakai untuk bantu mama, untuk beli kebutuhan sehari-hari,” tutur pelajar kelas 1 SMA tersebut.
Sebagai seorang ibu, Sukma Damayanti (45) jelas merasa tidak tega pada sang anak karena harus ikut mengais rezeki, meringankan beban kebutuhan sehari-hari mereka, yang seharusnya diperankan oleh suami atau ayah dari anaknya.
“Suami saya sudah lama pergi (meninggalkan tanpa kabar), dua anak saya ikut sama suami, seorang lainnya sudah lama menikah dan tinggal sama suami di tempat lain. Di rumah ini hanya ada saya dan Yulianti,” terang Sukma.
Sukma pun tak lupa memanjatkan doa untuk sang anak.
“Semoga berhasil anakku, walaupun susah, demi cita-cita dia berjuang. Saya tidak pernah berputus asa karena masih ada Tuhan, saya berusaha, semoga berhasil anakku,” harapnya.